Selasa, 27 Maret 2012

Sang Legenda "ZALMON"


Lagu di atas, kutipan “Kasiak Tujuah Muaro”, yang cukup melekat dengan Zalmon. Pecinta lagu Minang, hampir tak ada yang luput dengan lagu tersebut.
Dalam usia 57 tahun, setelah lama didera penyakit paru, dan dirawat di RS Ibnu Sina, Zalmon pun akhirnya menghadap pada-Nya. Ia telah berpulang, pukul 11.30 kemarin (21/5). Ranah Minang pun berduka, kehilangan salah seorang penyanyi terbaiknya, yang suara dalam lagunya menyentuh hati. Ia dimakamkan di pandam kuburan suku Jambak, Lubuk Minturun, Padang di hari kepergiannya.
Sekitar tahun 1990-an, suara Zalmon, terutama melalui lagu “Kasiak Tujuah Muaro” ciptaan Agus Thaher, tiba-tiba menghentak hati pecinta musik Minang. Lagu itu seakan menjawab paceklik lagu Minang yang konon katanya, belum menawarkan ruh baru di khasanah pecintanya. Tak hanya di kampung halaman, tapi hingga ke tanah rantau kehadiran Zalmon memberi suasana baru.


Suara lembab yang berat, energi ratap dan terkadang terdengar parau terasa berenergi, membuat Zalmon memiliki makna tersendiri di hati penggemarnya. Apalagi warna suara Zalmon dengan lagu “Kasiak Tujuah Muaro” terasa mengena hati, sehingga, siapa pun yang datang kemduain melagukan “Kasiak tujuah Muaro”, terasa suara Zalmon masih menggetar. Suara Zalmon, ketika didengar, terasa memiliki ruh, yang menjalar kepada hati yang lintuh, terutama pendengar muda yang sedang menahan hati karena cinta dan kehidupan.


Ketika kabar meninggalnya merebak luas melalui jaringan seluler, facebook, twitter, rata-rata mengomentari: turut berduka cita, merasa kehilangan dan mendoakan Zalmon serta keluarga yang ditinggalkannya tabah. Sebentar saja, Rumah duka di kaki bukit Gunung Pangilun, Nanggalo, Padang itu ramai dikunjungi pelayat. Beberapa pelayat, menampakkan wajah murung, seakan suara Zalmon masih mengiang di telinga: Dingin-dingin hari/ Labiah dingin hati/ Laruik malam hari/Labiah laruik hati....


Zalmon juga populer lewat lagu Ratok Padi Ampo. Lagu ini banyak digemari di tahun 1990-an, dan juga terbilang laris di Indonesia sehingga ia mendapatkan HDX Award . Tentu, banyak lagu-lagu dari album Zalmon mendapat perhatian khusus dari pecinta lagu Minang, antara lain Sapayuang Bajauah Hati, Buruah Sisiak, Nan Tido Manahan Hati, Diseso Bayang dan lainnya.


“Dia telah mewariskan karya seni untuk generasi Minang masa datang, percayalah dia akan selalu hidup dalam nyanyiannya,” tulis Fadlillah Malin Sutan, dosen Fakultas Sastra Universitas Andalas di facebooknya. Begitu juga halnya Suryadi, peneliti lagu Minang yang kini mukim di Belanda, mengatakan, merasa kehilangan salah seorang penyanyi Minang terbaik.


Ingin Menikahkan Sri
Zalmon bernama asli Syamsurizal, didera sakit paru-paru basah sejak Desember 2010. Penyakitnya itu membuatnya tak bisa berbuat banyak.
Sri Suryani, 32, anak sulung almarhum menceritakan, ayahnya itu mulai sakit-sakitan sejak jatuh dari sepeda motor Desember 2010 lalu di Jalan By Pass Padang. Pascajatuh, di awal tahun 2011 Zalmon masih sempat show di Tangerang.


“Sebenarnya saat itu ayah sakit. Karena tawaran sudah diterima, beliau tetap pergi, walau harus menyanyi sambil duduk,” kenangnya. Sebelumnya, pada tahun baru 2010 lalu, Sri masih sempat menemani ayahnya tampil pada acara tahun baru di Kuala Lumpur, Malaysia.


Kata sri, sejak April lalu, sakit yang diderita ayahnya semakin parah. Keluarga kemudian memutuskan merawat Zalmon di rumah sakit. Namun, Zalmon meminta sebelum masuk rumah sakit, dia ingin menikahkan Sri. Sri dan Keluarga kemudian meluluskan permintaan Zalmon. “Pada Jumat, 22 April, pukul 09.00 bapak nikahkan saya. Sehabis shalat Jumat dia masuk Rumah Sakit. Setelah di rumah sakit dia didiagnosa mengidap paru-paru basah. Dua puluh satu hari di rumah sakit keadaannya semakin parah, dia pun mengalami dehidrasi. Namun dia mendesak untuk dibawa pulang,” tutur Sri dalam duka.


Seminggu dirawat di rumah yang sangat sederhana itu, Zalmon menghembuskan napas terakhirnya. Dia meninggalkan lima orang anak.
Menurut Sri, tidak ada anak Zalmon yang betul-betul mewarisi bakat menyanyi ayahnya. Hanya saja, Dian, mahasiswa semester VI Fakultas Ekonomi UNP, anak ketiga Zalmon, yang sering ikut ayahnya bernyanyi.


Suara Runguih
Sementara, Uncu Musfar, Produser yang pertama kali mengajak Zalmon rekaman di bawah bendera Tanama Record mengatakan Zalmon adalah salah satu ikon musik di ranah minang yang tidak tergantikan. Kata Uncu, gaya bernyanyi Zalmon dulunya sangat mirip dengan Tiar Ramon, yaitu ratok, dan dendang Pauah. Dia tidak ingat tahun berapa persisnya Zalmon pertama kali rekaman.


“Yang jelas akhir tahun 80an. Lagu yang hits saat itu adalah Nan Tido Manahan Hati,” ujarnya.
Karena mirip dengan Tiar Ramon, dia kemudian mengarahkan Zalmon mempunyai ciri khas sendiri, jika Tiar Ramon terkenal dengan ratoknya, maka Zalmon dibentuk memiliki ciri khas lain, yang diistilahkan dengan runguih.


“Saya yang memberinya nama Zalmon. Sebab, alirannya mirip dengan penyanyi Tiar Ramon,” kata Uncu.
Diuraikan Uncu, Zal, diambil dari namanya Syamsurizal, dan Mon adalah diambil agar ada mirip-miripnya dengan Tiar Ramon. Alhamdulillah nama itu lebih terkenal dan lekat hingga akhir hayatnya.


Sedangkan Mak Itam, teman akrab almarhum mengatakan, dia kenal dengan almarhum sejak masih belum jadi penyanyi. Hal yang paling berkesan adalah ketika Zalmon menyanyi sambil main layangan, lagunya adalah Kamariah.


“Dia selalu menyanyikan lagu itu,”ujarnya. “Selain itu orangnya pandai bergaul dan pagarah,” lanjut mak Itam.
Penyanyi Nedi Gampo, mengakui bahwa dia pertama kali rekaman karena terinspirasi Zalmon. Dia mengenal Zalmon saat acara organ tunggal pada tahun 1991. Kemudian lagu yang pertama kali dinyanyikan Nedi Gampo adalah karangan Zalmon yang berjudul Sapayuang Bajauah Hati.


“Saya banyak belajar dari beliau, baik dalam hal menyanyi, maupun dalam keseharian. Tahun 1993 saya pertama kali rekaman juga membawakan lagu ciptaannya,” ujar Nedi.


Zalmon lahir di Jakarta, 15 September 1954. Zalmon telah mengeluarkan 120 album dengan beberapa rumah produksi, diantaranya Tanama Record, Pitunang Record, Planet Record, Sinar Padang, Gita Firma, bahkan dia sempat mendirikan perusahaan rekaman sendiri yang diberi nama Zalmon Record.


Almarhum juga telah melakukan show di berbagai kota di Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara. Hal yang paling khas dari lagu-lagu yang diciptakan dan didendangkannya, yakni nuansa musik “maratok” khas Minang. Beberapa album pernah ditetaskan antara lain Buruak Sisik, Nan Tido Manahan Hati, Kasiak Tujuah Muaro, Biduak Pincalang, Ganggam Baro, Hukum Jatuah Hakim Babelang, Minang Baguncang, Tasisiah, Bulan Kasiangan, Tangih Mande, Hanyuik Indak Bapinteh, Tacoreang Arang di Kaning, Tangih di Rantau, Ameh jo Timbago, Pudiang Merah, Bareh Ganggam, Ganjia Bana, Kau Pergi tanpa Relaku dan masih banyak lagi.


Kini, Zalmon telah tiada. Kita mengenangnya, sebagai seniman yang meninggalkan karya, meninggalkan nyanyinya. Suaranya, seakan masih mengiang: Laruik malam hari/Labiah laruik hati­

Tidak ada komentar:

Posting Komentar